While in Mandalay, Myanmar, one of the interesting stops to visit is King Gallon, a major producer of gold leaf for Myanmar. King Gallon Gold Leaf Workshop, Show Room & Sale Center. The address is no 143, 36th street between 77th & 78th street, Mandalay, Myanmar. Open daily from 7:30 am – 6 pm. Here you can buy anti-mainstream Gold Leaf souvenirs. We can see firsthand the manufacturing process, you know. Saat berada di Mandalay, Myanmar, salah satu pemberhentian yang menarik untuk dikunjungi adalah di King Galon, produsen utama daun emas untuk Myanmar. King Galon Gold Leaf Workshop, Show Room & Sale Centre. Beralamat di no 143, 36th street di antara 77th & 78th street, Mandalay, Myanmar. Buka setiap hari mulai Pukul 7:30am – 6pm. Disini kamu bisa membeli oleh-oleh anti mainstream Daun Emas. Kita bisa lihat langsung proses pembuatannya lho. Making gold leaf takes a lot of time and effort before finally getting a smooth and thin gold. Starting with 3 gold bars (or approximately 1,928 Ounces) placed in the extruder, the gold band measures 20 feet, about 3.4 inches. Each one is cut into another 200 parts of gold. Each piece is placed between two sheets of bamboo paper, and all 200 separate pieces of gold are stacked on top of each other into a bundle. Once tied, then attached to a stone slab. The gold is struck for about 30 minutes with a 6-pound hammer until the size of the gold expands, this process is repeated 2 times. Membuat daun emas membutuhkan banyak waktu dan tenaga sebelum akhirnya mendapatkan emas yang halus dan tipis. Dimulai dengan 3 butir emas batangan (atau sekitar 1.928 Ons) yang ditempatkan di extruder, pita emas berukuran 20 kaki, sekitar 3,4 inci. Masing-masing dipotong menjadi 200 bagian emas lainnya. Setiap potongan ditempatkan di antara dua lembar kertas bamboo, semua 200 potongan emas terpisah ditumpuk di atas satu sama lain menjadi satu bundel. Setelah diikat kemudian ditempel pada lempengan batu. Emas dipukul selama sekitar 30 menit dengan palu seberat 6 pon sampai ukuran emas melebar, proses ini diulang sebanyak 2 kali. After a hammer beating session, gold has spread widely, these flat flakes are cut into 6 equal parts, stacked between bamboo paper again & bundled. About half an hour later each gold flake is pulled out and cut into other equal pieces to produce another gold flake. These gold flakes are clamped between the bamboo paper and hammered again for another 5 hours. To determine the duration of the process by process, a special clock called Clepsydra is used, made of half a coconut shell. Clepsydra has a small hole in the bottom and water is allowed to drip. Water is collected at the bottom and the gold hitter must complete 120 hits before the shell is full, which usually happens 18 times per hour Setelah sesi pemukulan dengan palu, emas telah menyebar luas, serpihan yang rata ini dipotong menjadi 6 bagian yang sama, ditumpuk di antara kertas bambu lagi & dibundel. Sekitar setengah jam kemudian setiap serpihan emas ditarik keluar dan dipotong menjadi potongan lain yang sama sehingga menghasilkan serpihan emas lainnya. Serpihan emas ini dijepit di antara kertas bambu dan kembali dipalu selama 5 jam lagi. Untuk mengetahui durasi waktu proses demi proses, digunakan jam khusus yang disebut Clepsydra, terbuat dari setengah tempurung kelapa. Clepsydra memiliki lubang kecil di dasarnya dan air dibiarkan menetes. Air dikumpulkan di bawah dan pemukul emas harus menyelesaikan 120 pukulan sebelum tempurung penuh, yang biasanya terjadi 18 kali per jam The constant beating made the whole gold package hot while causing the gold flakes to spread and expand so they didn't stick to the bamboo paper. After going through a long process, it finally turned into a leaf-shaped gold, and this souvenir is priced at 13 thousand Kyats or around 96 thousand Rupiah per unit. Besides gold in the form of leaves, here we can also find gold in the form of Buddha statues, bowls, boxes, temples, paintings, and so on. Pemukulan yang dilakukan terus-menerus membuat seluruh paket emas benar-benar panas sekaligus menyebabkan serpihan emas menyebar dan berkembang sehingga tidak menempel pada kertas bambu. Setelah melalui proses yang panjang tadi, akhirnya jadilah emas berbentuk daun, dan souvenir ini dihargai seharga 13 ribu Kyats, atau sekitar 96 ribu Rupiah per satuan nya. Selain emas berbentuk daun, di sini bisa kita temukan juga emas berbentuk patung Budha, mangkuk, kotak, kuil, lukisan dan lain sebagainya. #BojoMarket #BogyokeAungSanMarket #Yangon #Mandalay #Bagan #Myanmar #BelanjaOlehOlehkhasMyanmar
0 Comments
KEBIASAAN UNIK WARGA MYANMAR DI YANGON. BEDAK THANAKA SARUNG LONGYI & SIRIH #Thanaka #Longyi9/11/2021 Semakin jauh kaki melangkah, semakin banyak keunikan yang kita temukan di sekitar. Yuk intip keunikan yang ada di Yangon, Myanmar mulai dari bedak dingin, sarung dan sirih. Selamat menonton 🥰 Bagi yang belum Subscribe, silahkan klik SUBSCRIBE dan juga tanda LONCENG yang ada di sebelahnya untuk mendapatkan informasi kapan saya mengupload video terbaru. Jika suka dengan konten video yang ada di channel YouTube saya, silahkan klik LIKE dan SHARE, silahkan membagikan link youtube nya ke siapa saja. Mohon tidak mendownload atau mengupload ulang video saya. Terimakasih semuanya. Salam Sehat dan Sukses selalu. God Bless :) #InspiringTravellerIndonesia #Traveller #travelling #Travel #JalanJalan #CJArnieSimanjuntak #yangon #myanmar #burma #birma #longyi #thanaka #bedakdingin #bedakmyanmar #sarungmyanmar #fyp Kalau lagi ke Myanmar, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi kuliner khas Myanmar MOHINGA ya... Rasanya enak banget. Harganya juga murah banget. Intip Mohinga di video ini ya... Bagi yang belum Subscribe, silahkan klik SUBSCRIBE dan juga tanda LONCENG yang ada di sebelahnya untuk mendapatkan informasi kapan saya mengupload video terbaru. Jika suka dengan konten video yang ada di channel YouTube saya, silahkan klik LIKE dan SHARE, silahkan membagikan link youtube nya ke siapa saja. Mohon tidak mendownload atau mengupload ulang video saya. Terimakasih semuanya. Salam Sehat dan Sukses selalu. God Bless :) #Mohinga #BebekMuslim #Myanmar #MenuHalalMyanmar #KulinerkhasMyanmar
Saat berkunjung ke Myanmar, jangan hanya ke kota Yangon saja, tapi cobalah untuk mengunjungi sebuah kota kecil yang bernama Nyaung Shwe, jaraknya sekitar 10 jam perjalanan kita tempuh dengan bus dari kota Yangon. Di sini kita bisa melihat kehidupan penduduk lokal di atas danau. Terletak di distrik Taunggyi, Propinsi Shan, Danau Inle merupakan danau terbesar kedua di Myanmar. Karena kehidupan masyarakatnya ada di atas danau, maka menyewa perahu adalah suatu keharusan saat di sini. Setelah tawar menawar dengan pemilik perahu, akhirnya kita mendapat harga 18 ribu Kyats atau sekitar Rp 173.000,- untuk menyusuri perahu mulai pukul 8 pagi hingga 5 sore ( selama 9 jam). Kapasitas perahu 7 orang penumpang, tapi kita sengaja menyewa untuk berdua saja agar lebih fleksibel waktunya. Ada hal unik yang banyak dibicarakan orang mengenai Danau Inle, yakni: kebiasaan nelayan yang mengayuh perahu dengan kakinya. Ya, meskipun mereka memiliki mata pencaharian utama bercocok tanam, tetap saja mereka mencari ikan di sekitar danau. Mereka mendayung perahu dengan hanya bertumpu pada satu kaki. Hal ini karena kaki yang satunya digunakan sebagai alat dayung, sedangkan tangan mereka difungsikan untuk memegang jala yang dilepaskan ke danau. Danau inle ini ditumbuhi dengan ganggang dan rumput laut. Ketika mendayung seringkali dayung mereka tersangkut, sebab itulah mereka menggunakan tenaga kaki untuk mendayung. Hal ini sudah dilakukan sejak jaman dahulu dan menjadi tradisi suku Intha Selama menyusuri danau inle kita disuguhi pemandangan restoran, hotel, bar, rumah penduduk yang terbuat dari kayu yang dibangun di atas danau dan juga kuil. Perahu kitapun mampir sebentar ke tempat asrama biksu. Di dalam nya terdapat juga tempat untuk membeli beberapa souvenir khas Myanmar. Dari asrama biksu, kita diajak melihat Floating Garden, tempat penduduk lokal bercocok tanam seperti tomat, dan timun. Mata pencaharian utama dari masyarakat Suku Intha ini memang bercocok tanam, karena itulah mereka pun mengembangkan ide bertanam yang unik, yaitu dengan membuat kebun terapung. Masyarakat Suku Intha membuat kebun ini dari rumput laut yang ada di dasar danau. Mereka membuat petak-petak lahan basah dari rumput-rumput tersebut dan disangga dengan batang bambu. Perahu melaju dengan lancar meski kadang melewati jalan sempit seperti gang dengan kayu di kiri kanannya. Jika di jalan raya kita menemukan gundukan yang kita kenal dengan istilah “polisi tidur”, di danau juga ada, mereka memasang dengan beberapa ruas bambu berukuran besar yang membentang di atas danau. *(ARnie) |
MYANMAR
Mata Uang :
Burmese Kyat (MMK) 1 MMK = 9.23756 IDR Last updated: 2019-01-04 TRAVELLING
Jalan Jalan ke Bangkok, Thailand
Berlayar menyusuri Danau Galilea di Israel Guang Dong Folk Art Museum di Guangzhou, China Ruins of St. Paul's MACAU Jalan Jalan ke Manila, Filipina |